Blueberry..eh..Blackberry..

Friday, April 1, 2011

Rasanya akhir-akhir ini suara bling-bling semakin sering terdengar baik itu di lingkungan mall, kantor, sekolah maupun angkutan umum. Ya.. suara merdu itu tidak lain dan tidak bukan berasal dari sebuah handphone yang katanya sangat pintar dan oleh karenanya mendapat julukan smartphone, bernama Blackberry.

Sejak awal diluncurkan oleh perusahaan RIM, telepon genggam multifungsi dengan program komputer dan tombol qwerty ini cukup menyita banyak perhatian publik tidak hanya internasional tetapi juga di negara kita. Sehingga kalau dulu jenis demam hanya ada demam berdarah dan demam thyfoid, kini ada jenis demam baru yang mewabah di negeri ini yaitu demam Blackberry.

Penamaan Blackberry ini konon berasal dari penciptanya yang melihat tombol-tombol keypad kecil-kecil yang mirip biji buah stroberi. Dan supaya tidak terlalu berkesan feminin, digabungkanlah dengan kata black yang dinilai singkat dan hampir diucapkan semua orang didunia.


Awalnya yang menjadi pangsa pasar utama adalah para profesional bisnis yang memang membutuhkan sebuah telepon genggam serbaguna dengan bermacam fungsi dan kemudahan untuk mengakses berbagai informasi. Belakangan ternyata tidak hanya mereka, di Indonesia justru pangsa pasar banyak berasal dari kalangan anak muda yang sebenarnya tidak terlalu memerlukan sebuah smartphone untuk alat komunikasi mereka.

Lalu mengapa hampir semua anak muda sekarang menggunakan telepon genggam ini? Dari keterangan yang saya dapatkan dengan mengobrol bersama teman-teman saya yang masih belia, ternyata mayoritas alasannya berhubungan dengan eksistensi. Bukan hanya Blackberry memudahkan mereka mengakses situs-situs pertemanan dan jejaring sosial seperti Facebook, twitter, Yahoo messenger dan lainnya sehingga mereka bisa eksis di dunia maya, tetapi juga merupakan suatu simbol status untuk terlihat keren dan gaul.

Sebenarnya memang sedikit melenceng dari tujuan utama perusahaan si pembuat smartphone ini. Bahkan saya sempat membaca di sebuah surat kabar bahwa pihak RIM merasa senang sekaligus sedih dengan laris manis-nya penjualan Blackberry di Indonesia. Senang tentunya karena penjualan yang mencapai tingkat tertinggi dan memberikan laba yang cukup besar. Sedihnya karena handphone yang dijual hampir semua toko elektronik di setiap kota itu dikhawatirkan akan menurunkan kesan eksklusif yang dimiliki sebelumnya.

Mungkin pihak RIM harus banyak belajar pada Apple Inc yang mengeluarkan seri personal computer Macintosh atau Mac. Walaupun penggunanya semakin lama semakin bertambah tetapi tidak menurunkan level keeksklusifannya baik dengan menjaga kualitas maupun harga. Jangan sampai kedepannya banyak yang meninggalkan Blackberry karena kesan pasaran.

Saya sendiri juga pemakai setia Backberry sejak 9 bulan lalu. Sebelumnya sih tidak ada minat sama sekali terhadap handphone ini mengingat bentuknya yang menurut saya terlalu besar dan kurang feminin. Tapi karena seorang teman memberinya sebagai hadiah ulang tahun saya bulan juli lalu, akhirnya saya jadi salah satu penggunanya. Pada awal memakainya terasa sangat canggung, bukan hanya karena sistem tombol qwerty yang jarang dipakai di telepon genggam merk lain, tetapi juga program-program yang berbeda dan sedikit lebih rumit.

Kini, setelah lama dan terbiasa menggunakannya, saya jadi ikut terserang demam Blackberry. Alasan utamanya karena sangat memudahkan saya dalam bekerja. Dari mulai kerapihan penyusunan data baik email, sms maupun data lainnya juga lengkapnya aplikasi yang berhubungan dengan pekerjaan saya. Dengan Blackberry di saku jas dokter saya, rasanya seperti mempunyai seorang asisten pribadi.

Tidak lupa kemudahan ber-internet ria yang bisa menjadi hiburan yang cukup menyenangkan saat tidak ada pasien. Satu kelebihan lagi yaitu Blackberry Messenger (BBM) yang mempermudah komunikasi dengan sahabat dan kerabat dengan cepat dan tak terbatas ruang, baik didalam negeri maupun beberapa yang tinggal diluar negeri.

Oleh karena itu, setiap ada teman yang meminta saran tentang telepon genggam yang ingin dibeli, saya dengan cepat akan menganjurkan Blackberry sebagai pilihan. Sampai-sampai pernah ada teman yang curiga jangan-jangan saya dibayar RIM untuk berpromosi.. hehe..

Selain banyak kelebihannya. Seperti  obat, blackberry juga memiliki beberapa efek samping. Yang terbesar terutama berasal dari sisi komunikasi dengan orang sekeliling kita. Tidak jarang karena keasikan bermain dengan Blackberry, waktu bercengkrama bersama teman dan keluarga pun jadi berkurang. Ada banyak kasus dimana hubungan menjadi renggang kaena menurunnya intensitas komunikasi itu.

Sekedar pengalaman pribadi dari beberapa teman. Ada yang diputuskan pacarnya, karena saat jalan-jalan atau makan malam bersama, teman saya itu lebih asik mengutak-atik Blackberrynya. Ada lagi seorang teman yang hampir berpisah dengan calon tunangannya. Kali ini penyebabnya karena teman saya itu bertemu lagi dengan teman semasa TK dan SMP-nya. Setelah bertukar pin, mereka menjadi akrab karena sering berkomunikasi melalui BBM. Sampai-sampai teman saya ini jatuh cinta setengah mati pada teman kecilnya yang kini sudah berubah menjadi gadis yang sangat cantik itu. Masalah inilah yang akhirnya memancing kecemburuan sang calon tunangan.

Tetapi, menurut saya, yang namanya efek dari segala sesuatu, baik yang berupa efek positif maupun negatif, semuanya bergantung pada diri kita sendiri. Jika kita bisa lebih bijak dalam melakukan sesuatu termasuk dalam menggunakan smartphone ini, tentunya akan meminimalisir jumlah efek negatif yang dihasilkan.

Satu cerita lucu yang kemarin baru saya alami tentang Blackberry, yaitu saat saya yang bulan depan berencana membelikan telepon genggam baru untuk Ayah saya, bertanya kepadanya ingin jenis handphone apa. Dengan semangat Ayah yang penggemar warna biru ini menjawab  

"Papa sih belikan Blueberry saja teh.."

Butuh waktu beberapa menit sampai saya akhirnya mengerti bahwa ternyata Ayah saya pikir Blackberry itu dinamai berdasarkan warnanya, sehingga apabila yang berwarna biru maka namanya Blueberry.. hehe.

Blueberry.. eh salah.. Blackberry oh Blackberry.. ^^

0 comments: