Jas Dokter

Wednesday, May 11, 2011

Dua hari yang lalu di klinik mati lampu.. bukan karena alirannya dimatikan oleh PLN tetapi karena pulsa listrik di klinik sudah habis. Untung saja terjadi pada pagi hari, sehingga tidak mengganggu kegiatan karena tanpa bantuan lampu pun, klinik sudah sangat terang dengan bantuan sinar matahari dari luar. Yang menjadi masalah adalah pendingin ruangan yang mati, membuat suhu klinik meningkat secara tiba-tiba. Bisa dibayangkan dengan cuaca Tangerang yang panas dan gersang, ditambah saya harus memakai tambahan jas dokter, saat itu rasanya seperti sedang sauna di sebuah spa.

 Mengenai jas dokter ini, saya terkadang merasa aneh juga. Pada saat kuliah di fakultas kedokteran, memakai jas dokter merupakan sesuatu yang sangat saya impikan. Sehingga setiap ada pelajaran praktikum baik itu anatomi maupun biologi medik, dimana setiap mahasiswa diwajibkan memakai jas putih panjang, rasanya semangat sekali. Sudah seperti memakai jas dokter asli saja.. Hingga saat sudah keluar dari laboratorium dan masuk ke kantin pun, terus saja saya pakai.

foto saya bersama teman-teman sewaktu menjalani kegiatan kepaniteraan atau ko-asisten

Begitu juga saat menjalani kegiatan kepaniteraan di Rumah sakit sebagai seorang dokter muda. Kali ini, jas putih yang dipakai lebih mirip lagi dengan jas dokter asli. Jas yang seharusnya dipakai hanya di lingkungan rumah sakit pun tidak jarang terus dipakai sampai pulang ke tempat kos.
 
Tapi begitu lulus dan secara hukum sudah boleh memakai jas berwarna putih ini, saya malah merasa jadi sedikit malas memakainya. Bukan apa-apa, cuaca tropis di indonesia yang pada puncaknya saat musim kemarau bisa mencapai temperatur 34 derajat celcius, sangat tidak cocok untuk memakai pakaian yang berlapis-lapis.

Karena itu saya biasanya menyesuaikan diri dengan tempat saya praktek. Saat praktek di klinik disamping rumah, karena disana tidak menggunakan pendingin ruangan, maka biasanya jas dokter hanya saya taruh diatas sandaran kursi. Sedangkan saat paktek di klinik lain yang dilengkapi pendingin ruangan, saya bisa dengan leluasa memakai jas dokter tanpa khawatir cuaca yang panas.

Jas dokter memang merupakan salah satu kelengkapan wajib bagi dokter saat memeriksa pasien. Biasanya jas dokter berwarna putih bersih tanpa motif. Warna putih ini dipilih karena apabila ada sesuatu yang menempel dan sifatnya tidak steril, akan bisa cepat diketahui. Tujuannya adalah agar pasien tetap terjaga dalam kondisi steril. Selain itu, warna  putih juga melambangkan kebersihan. Dimana kebersihan sangat berkaitan sekali dengan kesehatan. Hal ini sangat sesuai dengan ruang lingkup dan citra dari pekerjaan menjadi dokter.

Sebenarnya yang memakai seragam warna putih tidak hanya dokter, tetapi juga paramedis lain seperti perawat. Bedanya dokter biasanya memakai jas dokter sebagai pakaian sekunder diluar pakaian yang ia pakai, sedangkan perawat memakainya sebagai pakaian primer, jadi tidak menggunakan pakaian lagi didalam seragam warna putihnya.

Selain itu, seperti yang saya ceritakan diatas, para dokter muda yang sedang menjalani kegiatan kepaniteraan di rumah sakit pun memakai jas warna putih, diluar pakaian yang dipakai. Bedanya, jasnya sedikit lebih panjang dan lengannya pun panjang. Tetapi tidak semuanya seperti itu, karena setiap fakultas kedokteran masing-masing universitas memiliki aturan berbeda.



Pada dasrnya fungsi utama jas dokter adalah sebagai sebuah identitas. Dengan tujuan agar mengenali bahwa pemakainya adalah seorang dokter. Sehingga pada kasus-kasus darurat, akan mudah menandai pemakainya sebagai dokter guna membantu pertolongan pada pasien yang membutuhkan perawatan.

Karena fungsi jas dokter sebagai identitas inilah, saat seorang dokter sudah memakainya, maka dia akan mendapat kepercayaan penuh dari orang sekelilingnya untuk menangani masalah kesehatan mereka dengan sebaik-baiknya. Sebuah tanggung jawab sekaligus merupakan beban yang cukup berat, karena hal ini berkaitan dengan nyawa manusia.

Terkadang jas dokter sering disalahgunakan orang-orang yang tidak melalui pendidikan kedokteran, untuk menyatakan dirinya sebagai dokter. Saya pernah melihat tayangan televisi tentang pengobatan alternatif, dimana terapisnya menggunakan jas dokter. Mungkin dengan tujuan agar pengunjungnya lebih percaya. Padahal saya lihat terapi yang diberikan sama sekali tidak berdasar pada penelitian medis secara ilmiah.

Saya juga sering menemui pelayan apotik di pusat perbelanjaan besar yang memakai jas dokter. Maksudnya mungkin untuk meyakinkan pembeli agar tidak ragu berbelanja obat disitu. Tetapi karena mereka sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan kedokteran maka tidak jarang merekomendasikan obat secara sembarangan kepada pembelinya.

Kisah yang kurang  menyenangkan terjadi pada seorang teman yang hendak membeli obat sakit maag di apotik itu. Karena dia pikir pelayan toko dengan jas putih itu seorang dokter, maka saat dia merekomendasikan obat maag, teman saya yang sedang hamil itu pun langsung percaya dan segera membeli.. Untungnya sebelum obatnya diminum, teman saya itu sempat mengirim sms untuk menanyakan obat itu kepada saya. Karena ternyata obat yang dia beli bersifat teratogenik atau dapat menimbulkan kecacatan pada janin yang sedang dikandung, sehingga dilarang dikonsumsi oleh ibu hamil.

Saat diusut lebih lanjut untuk meminta pertanggungan jawab, pihak apotik hanya bisa meminta maaf saja. Pada akhirnya, saya hanya bisa berharap agar kasus itu memberi masukan kepada pihak apotik untuk tidak sembarangan memakaikan jas dokter kepada pelayan yang tidak berlatar belakang pendidikan farmasi maupun kedokteran.

Ya.. Jas dokter, walaupun secara fisik bentuknya hanya selembar pakaian, tetapi ternyata bernilai jauh lebih besar dari itu. Ada tanggung jawab besar baik berupa etika profesi maupun moral yang terkandung didalamnya. Sehingga yang memakainya pun, harus bertindak dengan penuh tanggung jawab.
Termasuk saya tentunya.. Bismillah.. :)

0 comments: